Sumatra Utara, Tebing Tinggi|Sorotan keras Wakil Ketua DPRD Kota Tebing Tinggi, M. Ikhwan, SH, MH, terkait rendahnya serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 terus menuai dukungan publik. Kali ini, kritik tajam datang dari tokoh pemuda sekaligus pengamat kebijakan publik, Aswadi Simatupang, yang menilai kondisi tersebut sebagai cerminan kegagalan kepemimpinan Wali Kota dalam mengendalikan mesin birokrasi.
Menurut Aswadi, sisa anggaran sebesar Rp134,09 miliar yang belum terealisasi hingga pertengahan Desember bukan persoalan teknis semata, melainkan bukti lemahnya perencanaan, pengendalian, dan pengawasan pemerintah daerah.
“Anggaran ada, waktu berjalan, tapi eksekusinya mandek. Ini bukan sekadar alarm, tapi sirene keras kegagalan pengelolaan APBD. Kalau ratusan miliar rupiah mengendap di akhir tahun, itu mencerminkan lemahnya kepemimpinan kepala daerah,” tegas Aswadi, Rabu (17/12/2025).
Ia menilai rendahnya realisasi belanja modal yang baru mencapai sekitar 57 persen menunjukkan bahwa pemerintah kota gagal memastikan program pembangunan berjalan tepat waktu. Praktik penandatanganan kontrak proyek di akhir Oktober hingga November, menurutnya, merupakan keputusan berisiko tinggi yang kerap berujung pada proyek terburu-buru, kualitas rendah, bahkan mangkrak.
“Pola ini selalu berulang setiap tahun. Kontrak diteken di ujung tahun, lalu dikejar target fisik secara tidak rasional. Ini bukan manajemen yang sehat, melainkan pembiaran sistemik,” ujarnya.
Aswadi juga menyoroti progres fisik sejumlah proyek strategis yang masih jauh dari ambang batas aman, seperti pembangunan halaman Masjid Agung, kolam renang, pasar, hingga RSUD Kumpulan Pane. Dengan sisa waktu anggaran yang sangat terbatas, ia menilai risiko putus kontrak dan kerugian keuangan daerah sangat besar.
Dalam konteks tersebut, Aswadi mengingatkan peran krusial Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam menjaga disiplin pelaksanaan proyek. Ia menegaskan setiap PPK wajib mematuhi dan menegakkan Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) yang telah disepakati bersama penyedia jasa.
“SSUK itu bukan formalitas administrasi. Itu perjanjian hukum yang mengikat. Kalau target waktu, progres fisik, dan sanksi sudah tertulis di kontrak, maka PPK wajib menegakkannya tanpa kompromi. Jika dilanggar dan dibiarkan, PPK harus ikut bertanggung jawab secara administratif bahkan hukum,” tegasnya.
Ia menambahkan, kegagalan proyek tidak bisa semata-mata dibebankan kepada rekanan. Ketika kontrak dilanggar namun tidak ada tindakan tegas dari PPK, maka kegagalan tersebut merupakan kelemahan pengawasan pemerintah daerah.
Aswadi menyatakan dukungan penuh terhadap langkah DPRD Kota Tebing Tinggi yang akan memanggil Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk membuka secara transparan penyebab rendahnya serapan anggaran.
“DPRD harus berani membongkar masalah ini sampai ke akar. Harus jelas siapa yang bertanggung jawab, baik secara administratif maupun politik. Jangan rakyat hanya disuguhi alasan klasik,” ujarnya.
Ia menegaskan, jika ditemukan unsur kelalaian serius atau pembiaran yang berpotensi merugikan keuangan daerah, maka aparat pengawas internal hingga penegak hukum harus dilibatkan.
“Uang ini milik rakyat. Kalau pengelolaannya gagal tanpa konsekuensi, maka kegagalan itu akan terus berulang dan rakyat kembali menjadi korban,” pungkas Aswadi.
Laporan : Siti Maslah Lubiz
